readbud - get paid to read and rate articles

05 Juni 2010

PESANTREN DAN TERORISME

“Keberhasilan Polri menangkap bahkan menembak para gembong teroris bukan berarti ancaman teroris sudah tidak ada. Bahkan teroris diyakini masih mengintai sasaran di Indonesia”, demikian laporan LampugPost (4/6) mengutip ungkapan Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Edward Aritonang, beberapa waktu lalu. 

Terorisme belum beranjak dari negeri ini, begitu kira-kira maksud lansiran berita di atas. Beberapa indikasi pelaku bom bunuh diri sampai saat ini sering mengarah pada pemain lama, yaitu jaringan Noordin M. Top. Kelompok ini adalah orang-orang yang percaya bahwa bom bunuh diri merupakan bagian dari jihad fi sabilillah dan pelakunya adalah mati syahid. Jika memperhatikan latar belakang para pelaku bom bunuh diri selama ini, kita akan tahu bahwa sebagian besar pelakunya adalah alumni pondok pesantren. Mereka bisa mengaji dan sedikit menafsirkan kitab suci. 

Bagaimana kita meletakkan pelaku bom bunuh diri dengan ajaran keislaman yang mereka pedomani? Adakah doktrin pesantren turut memberikan kontribusi terhadap semarak kekerasan berbasis keislaman di Indonesia sekarang? 

Model pesantren di Indonesia  

Publik perlu tahu bahwa pesantren tak berwajah tunggal. Sekurangnya ada dua tipologi pesantren jika dilihat dari gerakan dan tafsir keislaman yang dikembangkannya. Pertama, pesantren yang mengajarkan pentingnya merawat harmoni sosial dan toleransi antar-umat beragama. Dari sudut politik, pesantren ini tak punya agenda politik “menyimpang”. Mereka tak hendak mendirikan negara Islam apalagi Khilafah Islamiyah seperti yang kerap diperjuangkan kelompok-kelompok Islam lain. Para kiai dan santrinya sepakat bahwa Indonesia dengan Pancasila dan UUD 1945 telah memberi jaminan dan kebebasan bagi umat Islam Indonesia untuk menjalankan ajaran Islam, sehingga tak diperlukan lagi bentuk formal negara Islam. Saya berpandangan, secara sosio-politik tak ada yang perlu dikhawatirkan dari pesantren jenis pertama ini. 

Kedua, ada pesantren yang menggendong ideologi politik Timur Tengah, seperti Wahabisme, Ikhwanul Muslimin, Talibanisme, dan lain-lain. Tak sedikit dari pesantren ini yang memakai jalan-jalan kekerasan dalam menjalankan ajaran Islam. Para kiai pesantren ini banyak menyuarakan jihad. Secara politik, para kiai pesantren ini menolak Pancasila dan demokrasi. Mereka berjuang bagi tegaknya sebuah negara yang berdasarkan syari`at Islam; al-Qur’an dan Hadits. Mereka berpandangan bahwa pilihan terhadap NKRI, Pancasila, dan UUD 1945 merupakan pilihan yang keliru ketika jumlah umat Islam di Indonesia lebih dari 85 %. Sebagai gantinya, maka perlu diperjuangkan berdirinya sebuah negara Islam. 

Langkah yang perlu di lakukan 

Saya berpandangan, eksistensi NKRI turut di tentukan oleh dua model pesantren ini. Sebelum semuanya terlambat ada beberapa hal yang bias dilakukan. Pertama, ada gunanya pendidikan kewarga-negaraan diintensifkan ke dalam pesantren tipe kedua sehingga para kiai dan santrinya bisa memahami dan mengakui fakta politik Indonesia sebagai negara Pancasila dan bukan negara Islam. Mereka bisa berjuang dalam orbit negara bangsa Indonesia bukan di luar itu. 

Sementara terhadap pesantren jenis pertama, pemerintah perlu memberikan dukungan, baik moral maupun material. Secara material, sering ada keluhan keterbatasan sarana-prasarana dari pihak pesantren tipe pertama sehingga mereka tak bisa melakukan proses pembelajaran secara maksimal. Dengan fasilitas, dana, jaringan yang terbatas, beberapa pesantren jenis pertama mulai meredup bahkan ada yang sudah gulung tikar. 

Sedangkan pesantren jenis kedua, dengan jaringan luas dan cadangan dana yang besar, terus berkembang. Kedua, perlu dilakukan dialog antara pesantren jenis pertama dengan pesantren jenis kedua. Organisasi keislaman seperti NU, Muhammadiyah, dan MUI bisa menjadi mediator dan fasilitator dari dialog itu. Tukar menukar tafsir keislaman dan pengalaman hidup masing-masing diharapkan bisa membangun kesadaran tentang tak sempurnanya sebuah tafsir dan betapa banyak kerugian yang mesti ditanggung umat Islam ketika salah satu dari mereka menempuh jalan kekerasan dalam berislam. []

0 komentar:

Posting Komentar