.

Rock Climbing at Parangndog Beach Yogyakrta

.

Street of Pegunungan Kidul Dlingo Yogyakarta

.

Spent the afternoon at the Sepanjang Beach Yogyakarta

.

Chatting with beautiful beaches Sundak Yogyakarta

.

Nature in the Forest Hills Community Kalibiru Menoreh Kulonprogo Yogyakarta

readbud - get paid to read and rate articles

27 Agustus 2009

Mengkaji Metodologi Dakwah Mutakhir

Judul : Fiqhud-Dakwah

Penulis : M. Natsir

Penerbit : DDII Jakarta

Cetakan : Keempat, 1987

Tebal : 295 halaman


Mengapa perkembangan “tradisi” berdakwah akhir-akhir ini,tumbuh subur di banyak media di tanah air? Sudah sesuaikah para “Da’i” dengan apa yang di tuntunkan dalam Islam? Apa saja hal yang perlu diketahui, bila seseorang mau berdakwah? 

Berangkat dari sebuah kegelisahan yang timbul setelah bertahun-tahun berkecimpung dalam dunia “Dakwah”, sebagai seorang “Mubaligh”, penyusun buku ini, yang tak lain adalah “murid” penulis sendiri, menyusun kembali diktat-diktat dan catatan-catatan lama hasil perkuliahan dengan penulis. Penyusun merasakan, betapa kegiatan berdakwah bukanlah hal yang mudah. Banyak kendala dan rintangan yang pasti akan datang secara bertubi-tubi. Untuk itu, penyusun menghimbau kepada para pembawa “Risalah suci” dengan berdakwah, untuk menyiapkan bekal “mental” dan “intelektual”. Untuk itulah, pendekatan diri (taqarub) kepada Allah adalah suatu keniscayaan, mengingat Dia-lah pemilik Risalah ini. 

Selanjutnya, dalam buku ini, penulis, melalui tangan penyusun, ingin mengajak kita untuk lebih memahami dan akhirnya mampu mengaplikasikan prinsip-prinsip dasar berdakwah. Itu bisa dibaca, dari susunan letak materi yang di sampaikan. Pada bagian pertama, berisi penjelasan mengenai posisi dakwah dalam Islam, fungsi dakwah, dan tahapan-tahapan berdakwah. Selanjutnya di bagian kedua, berisi dasar kewajiban berdakwah, metode dan akhlaq berdakwah, dan di tutup dengan surat-surat Rasulullah SAW untuk para penguasa pada waktu itu. 

Namun yang juga perlu di tambahkan di sini, bahwa ada tiga sumber utama dalam berdakwah; yaitu, Al-Qur’an. Jejak Risalah, dan Khittah para Sahabat. Dapat kita simpulkan, buku ini berisi “suplemen” dakwah yang harus di serap oleh para Mubaligh. Selain harus juga secara terus menerus mengembangkannya seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi. Wallahu a’lam…

17 Agustus 2009

Studi Agama, Normativitas atau Historisitas?

Judul Buku : Studi Agama, Normativitas atau Historisitas?

Penulis : Dr. M. Amin Abdullah

Penerbit : Pustaka Pelajar

Cetakan : Empat, Mei 2004

Tebal : 348 Halaman


Dapatkah "fenomena" keberagamaan manusia tidak hanya dilihat dari perspektif "normativitas" an sich? Bisakah ”historisitas" pemahaman atau interpretasi masing-masing umat juga di akui dalam pola hidup beragama? Bisakah keduanya dikompromikan, sehingga pada tahapan selanjutnya bisa menjadi "formula" yang tepat bagi tercapainya kebaikan pelaksanaan pola hidup beragama? 

Dalam buku ini, penulis menegaskan dua buah perspektif diatas sama-sama mempunyai potensi untuk itu. Meskipun pada umumnya normatifitas (ajaran wahyu) di bangun, di telaah dan dibakukan lewat pendekatan doktrinal-teologis, sedang historisitas keberagamaan manuasia melalui berbagai sudut pendekatan keilmuan sosial-keagamaan yang bersifat multi dan interdisipliner, baik lewat pendekatan historis, filosofis, psikologis, sosiologis, kultural maupun antropologis. Pendekatan dan pemahaman terhadap fenomena keberagamaan bercorak normatif dan historis tidak selamanya "akur" dan seirama. Hubungan antara keduanya sering di warnai ketegangan, baik yang bersifat kreatif maupun destruktif. 

Pendekatan yang pertama, lantaran berangkat dari yang sudah tertulis dalam Kitab suci masing-masing agama, (dalam batas-batas tertentu) adalah bercorak literalis, tekstuelis atau skripturalis. Pendekatan yang kedua, di tuduh oleh yang pertama sebagai pendekatan dan pemahaman yang bersifat "reduksionis", yakni pemahaman keagamaan yang hanya terbatas pada aspek eksternal-lahiriah dan kurang begitu memahami dan menyelami aspek batiniyah-eksoteris serta makna terdalam dan moralitas yang dikandung oleh ajaran-ajaran agama itu sendiri. Sedang pendekatan yang kedua, yang lebih bersifat historis balik menuduh corak pendekatan yang pertama sebagai jenis pendekatan yang cenderung bersifat absolutis, lantaran para pendukung pendekatan pertama ini cenderung mengabsolutkan teks yang sudah tertulis, tanpa berusaha memahami apa yang sesungguhnya melatar belakangi berbagai teks keagamaan yang ada. 

Meminjam istilah teknis ilmu-ilmu agama Islam, pendekatan yang kedua ingin menggaris bawahi pentingnya telaah mendalam tentang asbaab al-nuzul, baik yang bersifat kultural, psikologis maupun sosiologis. Lebih jauh, penulis mengibaratkan hubungan keduanya ibarat dua sisi mata uang. Hubungan antara permukaan koin tidak dapat dipisahkan, tetapi secara tegas dapat di bedakan. Buku ini terbagi menjadi empat bagian; Bagian pertama, secara telegrafik menjelaskan cikal bakal kontroversi perebutan klaim validitas dan otoritas keilmuan agama di belahan dunia barat dan bagaimana pula bentuk pergumulan ersebut dalam duskursus keagamaan di tanah air. Bagian kedua, mencoba mulai menyentuh wilayah studi keislaman dengan menerapkan cara pandang filsafat keilmuan kontemporer yang berkembang pada paruh kedua abad kedua puluh ini. Meskipun belum secara detail dan tuntas, bab ini mencoba memetakan sebagian persoalan-persoalan keilmuan agama Islam yang terkait dengan diskursus ilmu kalam, studi tafsir, tasawuf dan pluralitas serta study keislaman pada umumnya. Bagian ketiga, secara eksplisit mengharapkan munculnya disiplin dan telaah studi kawasan tentang masyarakat muslim dimanapun mereka berada. 

Permasalahan masyarakat muslim di Turki di angkat, sekedar sebagai salah satu contoh yang menarik untuk di teruskan lebih lanjut ke Iran, Pakistan, Saudi Arabia, Afrika Selatan, Eropa Amerika dan begitu seterusnya. Dengan ungkapan lain, pendekatan yang bersifat normatif pada level high tradition perlu di lengkapi dengan pendekatan pada level low tradition yang terungkap dari model pendekatan historis, sosiologis, antropologis, kultural terhadap masyarakat muslim yang ada. Bagian keempat, mengilustrasikan perlunya pendekatan filosofis terhadap pemikiran keagamaan pada umumnya. Seperti di ketahui bahwa diskursus filsafat pernah berkembang pesat dalam dunia peradaban Muslim klasik, tetapi pada abad-abad berikutnya orang kurang begitu peduli lagi terhadap disiplin filsafat. Khasanah intelektual dan kefilsafatan Muslim klasik perlu di apresiasi kembali dan sekaligus di bahasakan ulang dengan model cara berfikir kefilsafatan kontemporer.