.

Rock Climbing at Parangndog Beach Yogyakrta

.

Street of Pegunungan Kidul Dlingo Yogyakarta

.

Spent the afternoon at the Sepanjang Beach Yogyakarta

.

Chatting with beautiful beaches Sundak Yogyakarta

.

Nature in the Forest Hills Community Kalibiru Menoreh Kulonprogo Yogyakarta

readbud - get paid to read and rate articles

05 Oktober 2010

PANCASILA? Karena Keadilan Sosial Mendesak Diwujudkan

Pancasila lahir sebagai respons terhadap kondisi struktur sosio-ekonomi yang bercorak kolonial. Lahirnya Pancasila itu mempunyai harapan untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan, yaitu terwujudnya keadilan dan kesejahteraan sosial. Pancasila menjadi kekuatan untuk melakukan restrukturalisasi sosio-ekonomi Indonesia, yaitu tindakan koreksi secara radikal terhadap struktur berwatak kolonial untuk kemudian membangun struktur yang berwatak nasional. 

Demikian tafsir yang dipahami Presiden Mahasiswa (Presma) Univesitas Muhamadiyah Surakarta (UMS), Danang Prastya, saat ditemui Espos, Selasa (28/9). Lebih lanjut Danang yang bukan tergolong generasi yang akrab dengan penataran P4 itu menjelaskan, keadilan dan kesejahteraan sosial sangat mendesak diwujudkan. Kalau bisa, saat ini juga. Namun hal itu, diakuinya sulit terwujud karena produk regulasi pemerintah tidak memihak kepada rakyat. 
 
Tidak dilakukannya revisi UU No 7/1996 tentang Pangan lalu disebutnya sebagai misal. “UU tersebut tidak lagi menjadikan pangan sebagi hak dasar, melainkan sebagai komoditas perdagangan,” tukasnya. Selain UU tentang Pangan, menurut Danang masih ada sederet produk hukum yang kurang memihak rakyat. Di antaranya, dia menyebutkan contoh lain, UU tentang Penanaman Modal, UU Migas dan lain sebagainya. 


Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Bery Nur Arif menyoroti hal lain. Menurut dia, pemerintah seharusnya melakukan optimalisasi APBN/D yang dialokasikan untuk pendidikan guna membuka akses belajar masyarakat yang kurang mampu. “Kebijakan di Jakarta yang menggratiskan (biaya pendidikan untuk) siswa SD dan SLTP cukup mampu mengikis kebodohan administratif,” terangnya. 

Selain pendidikan, menurut Bery, sektor perekonomian juga harus menjadi perhatian pemerintah. UMKM harus didobrak inisiasinya agar produktivitasnya meningkat. “Dalam semangat Pancasila, seharusnya pemerintah juga memajukan koperasi-koperasi yang sudah ada,” pungkasnya. 

Anggota Komisi IV DPRD Kota Solo, Reny Widyawati SE juga mengakui, dalam hal kesejahteraan dan keadilan sosial, pemerintah mempunyai tugas yang belum terselesaikan. “Khususnya dalam hal pemberian kesempatan yang sama antara laki-laki dan perempuan untuk bisa mendapatkan pendidikan dan kesempatan bekerja,” tegasnya. Selain itu, dalam hal pengembangan usaha, pemerintah masih mempunyai tugas membuka kesempatan bagi masyarakat yang belum beruntung dalam ekonomi untuk memperoleh kemudahan dalam fasilitas pembiayaan berwirausaha. 

Dimuat di SKH SOLOPOS, edisi Senin, 04 Oktober 2010 , Hal.5

12 Agustus 2010

WARUNG APUNG "ROWO JOMBOR KLATEN", SURGANYA WISATA KULINER...

Terletak sekitar 12 kilometer arah selatan Kota Klaten, warung apung dan pemancingan Rowo Jombor memberikan sensasi wisata kuliner yang eksotik. Akses masuk ke daerah tersebut juga cukup menyenangkan. Hamparan persawahan dan perbukitan yang menghijau dipadu dengan kondisi jalan yang berkelok di atas aspal yang masih bagus akan memberi hiburan tersendiri bagi para pengunjung selama dalam perjalanan. Tidak hanya sampai disitu, pengunjung akan lebih dibuat takjub lagi saat sampai di tempat tujuan, tepatnya yakni di kawasan Rowo Jombor Krakitan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. 


Terdapat 22 warung sederhana yang mengapung di atas air waduk yang membentang luas. Warung-warung tersebut berlantaikan susunan bambu glondongan yang diapungkan di atas air dengan menggunakan beberapa drum sebagai pelampungnya. Dan yang lebih mengasikkan lagi, karena rata-rata berada sekitar 20 meter dari tepi waduk, setiap pengelola warung menyediakan gethek (perahu sederhana dari rangkaian bambu-red) sebagai alat transportasi singkat menuju warung mereka. 

Dengan sensasi derak gesek lantai bambu dan tiupan semilir angin pengunjung bisa menikmati menu-menu masakan khas biota air seperti ikan, udang dan cumi. Harga dari menu-menu yang disediakan pun tergolong murah. Warung apung ILHAM 01 misalnya, memasang tarif mulai Rp 33.000 untuk berbagai masakan ikan segar perporsinya (tiap porsi untuk empat orang-red). Di tempat ini menyediakan ikan nila, lele, bawal, gurameh, dan bandeng dengan pilihan menu masakan ikan goreng, bakar, asam manis, bumbu rujak dan lombok ijo. 

Masakan dari udang pun tersedia, dengan harga mulai Rp 55.000 tiap porsi, pengunjung bisa memilih menu udang goreng biasa, goreng tepung, udang bakar, asam manis, saus tiram, sup udang dan udang lombok ijo. Tak ketinggalan pula cumi-cumi. Mulai dari Rp 55.000 perporsinya, tersedia masakan cumi goreng, asam manis, saus tiram, sup cumi, cumi lombok ijo, cumi cah sayuran dan cumi bakar madu. 


Pemilik warung apung ILHAM 01, Muh Syamsir, saat ditemui mengaku, musim lebaran tahun ini warungnya kemungkinan tidak akan menaikkan tarif. “Naik dan turunnya harga (menu) itu tergantung dari harga bahan baku, sampai saat ini belum ada kenaikan, jadi mungkin (lebaran) tidak akan naik,” ungkapnya, Minggu (05/9). Samsir juga menjelaskan bahwa daerah tersebut dahulu adalah kawasan waduk Rowo Jombor yang berfungsi untuk kestabilan debit air daerah sekitar. 

Pada tahun 1987 Pemda Klaten mengeluarkan kebijakan untuk menjadikan salah satu bagian dari kawasan itu sebagi pusat budidaya ikan dengan sistem keramba. Memanfaatkan lahan yang masih tersisa, tahun 1998 Syamsir membuka warung apung untuk pertama kalinya. Berselang lima bulan, warung-warung yang lain mulai tumbuh, hingga saat inimencapai jumlah 22 warung.

05 Juni 2010

PESANTREN DAN TERORISME

“Keberhasilan Polri menangkap bahkan menembak para gembong teroris bukan berarti ancaman teroris sudah tidak ada. Bahkan teroris diyakini masih mengintai sasaran di Indonesia”, demikian laporan LampugPost (4/6) mengutip ungkapan Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Edward Aritonang, beberapa waktu lalu. 

Terorisme belum beranjak dari negeri ini, begitu kira-kira maksud lansiran berita di atas. Beberapa indikasi pelaku bom bunuh diri sampai saat ini sering mengarah pada pemain lama, yaitu jaringan Noordin M. Top. Kelompok ini adalah orang-orang yang percaya bahwa bom bunuh diri merupakan bagian dari jihad fi sabilillah dan pelakunya adalah mati syahid. Jika memperhatikan latar belakang para pelaku bom bunuh diri selama ini, kita akan tahu bahwa sebagian besar pelakunya adalah alumni pondok pesantren. Mereka bisa mengaji dan sedikit menafsirkan kitab suci. 

Bagaimana kita meletakkan pelaku bom bunuh diri dengan ajaran keislaman yang mereka pedomani? Adakah doktrin pesantren turut memberikan kontribusi terhadap semarak kekerasan berbasis keislaman di Indonesia sekarang? 

Model pesantren di Indonesia  

Publik perlu tahu bahwa pesantren tak berwajah tunggal. Sekurangnya ada dua tipologi pesantren jika dilihat dari gerakan dan tafsir keislaman yang dikembangkannya. Pertama, pesantren yang mengajarkan pentingnya merawat harmoni sosial dan toleransi antar-umat beragama. Dari sudut politik, pesantren ini tak punya agenda politik “menyimpang”. Mereka tak hendak mendirikan negara Islam apalagi Khilafah Islamiyah seperti yang kerap diperjuangkan kelompok-kelompok Islam lain. Para kiai dan santrinya sepakat bahwa Indonesia dengan Pancasila dan UUD 1945 telah memberi jaminan dan kebebasan bagi umat Islam Indonesia untuk menjalankan ajaran Islam, sehingga tak diperlukan lagi bentuk formal negara Islam. Saya berpandangan, secara sosio-politik tak ada yang perlu dikhawatirkan dari pesantren jenis pertama ini. 

Kedua, ada pesantren yang menggendong ideologi politik Timur Tengah, seperti Wahabisme, Ikhwanul Muslimin, Talibanisme, dan lain-lain. Tak sedikit dari pesantren ini yang memakai jalan-jalan kekerasan dalam menjalankan ajaran Islam. Para kiai pesantren ini banyak menyuarakan jihad. Secara politik, para kiai pesantren ini menolak Pancasila dan demokrasi. Mereka berjuang bagi tegaknya sebuah negara yang berdasarkan syari`at Islam; al-Qur’an dan Hadits. Mereka berpandangan bahwa pilihan terhadap NKRI, Pancasila, dan UUD 1945 merupakan pilihan yang keliru ketika jumlah umat Islam di Indonesia lebih dari 85 %. Sebagai gantinya, maka perlu diperjuangkan berdirinya sebuah negara Islam. 

Langkah yang perlu di lakukan 

Saya berpandangan, eksistensi NKRI turut di tentukan oleh dua model pesantren ini. Sebelum semuanya terlambat ada beberapa hal yang bias dilakukan. Pertama, ada gunanya pendidikan kewarga-negaraan diintensifkan ke dalam pesantren tipe kedua sehingga para kiai dan santrinya bisa memahami dan mengakui fakta politik Indonesia sebagai negara Pancasila dan bukan negara Islam. Mereka bisa berjuang dalam orbit negara bangsa Indonesia bukan di luar itu. 

Sementara terhadap pesantren jenis pertama, pemerintah perlu memberikan dukungan, baik moral maupun material. Secara material, sering ada keluhan keterbatasan sarana-prasarana dari pihak pesantren tipe pertama sehingga mereka tak bisa melakukan proses pembelajaran secara maksimal. Dengan fasilitas, dana, jaringan yang terbatas, beberapa pesantren jenis pertama mulai meredup bahkan ada yang sudah gulung tikar. 

Sedangkan pesantren jenis kedua, dengan jaringan luas dan cadangan dana yang besar, terus berkembang. Kedua, perlu dilakukan dialog antara pesantren jenis pertama dengan pesantren jenis kedua. Organisasi keislaman seperti NU, Muhammadiyah, dan MUI bisa menjadi mediator dan fasilitator dari dialog itu. Tukar menukar tafsir keislaman dan pengalaman hidup masing-masing diharapkan bisa membangun kesadaran tentang tak sempurnanya sebuah tafsir dan betapa banyak kerugian yang mesti ditanggung umat Islam ketika salah satu dari mereka menempuh jalan kekerasan dalam berislam. []